Kedua, penguasa Iran lebih mesra
kepada Yahudi ketimbang umat Islam Sunni. Saya pernah berdiskusi dengan
salah satu aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) dari ormas NU di Jawa
Tengah beberapa tahun lalu yang pernah diundang oleh Kedubes Iran di
Indonesia untuk mengunjungi Teheran, ibukota Iran. Dia bilang jika
adalah fakta jika di Teheran, tidak ada satu pun masjid kaum sunni yang
boleh berdiri, namun jumlah sinagog—rumah ibadat Yahudi—di Teheran ada
lebih dari angka 45 buah.
Jika dilihat dari pemberitaan, “memanasnya”
hubungan AS dengan Iran karena soal Nuklir itu sudah berjalan lama.
Namun saya juga heran kenapa AS terlihat sangat lunak dan diluar
kebiasaannya, memilih jalan diplomasi bagi Iran. Padahal terhadap
negara-negara Islam lain yang ancamannya lebih kecil ketimbang Iran,
misal Irak dan Afghanistan, Amerika sama sekali tidak mau berkompromi.
Bertahun-tahun AS dan Iran seakan terlibat “perang
opini” namun hanya sebatas itu. Saya takut jangan-jangan ini hanya
sebuah permainan diplomatik tingkat tinggi agar umat Islam dunia
menjadikan Iran sebagai Ikon Perlawanan terhadap AS. Sebuah ikon
jadi-jadian, tentunya.
Kedekatan Syiah dengan Yahudi sebenarnya sudah lama
terjadi dalam sejarah. Bahkan pendiri Syiah, Abdulah bin Saba,
merupakan seorang Yahudi dari Yaman. Dalam perang salib, kerjasama
antara Syiah dengan pasukan salib juga terjadi. Alkisah, ketika Paus
Urbanus II menggelorakan perang salib di Eropa, ketika pasukan-pasukan
salib tengah direkrut di Eropa sebelum memulai perjalanan untuk merebut
Yerusalem, pasukan Syiah Fatimiyah terlebih dahulu menyerang Yerusalem
dan membantai umat Islam sunni Dinasti Abbasiyah yang menguasai kota
suci itu. Yerusalem jatuh ke tangan Syiah Fathmiyah setahun sebelum
kedatangan tentara salib pada tahun 1099.
Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan
Bahasa Arab di University of Edinburgh, dalam bukunya yang tebal
berjudul “Perang Salib: Sudut Pandang Islam” (1999, mendapat ‘The King
Faisal International Prize for Islamic Studies’) menuliskan hal itu.
Menurut Hillenbrand, pasukan Syiah Fathimiyah sesungguhnya telah
bekerjasama merebut Yerusalem dari tangan Dinasti Abbasiyah yang sunni,
dan pertempuran yang terjadi tatkala pasukan salib pimpinan Godfroi de
Bouillon mendatangi gerbang Yerusalem tahun 1099 sebenarnya hanya berada
di tingkat akar rumput saja guna menghilangkan aroma konspirasi tingkat
tinggi itu.
Ketiga, tentang pertautan garis keras syiah Iran
dengan komunis Rusia dan juga Cina, bisa saja terjadi. Dalam “pergaulan”
tingkat tinggi, isme-isme selain Islam sesungguhnya merupakan ciptaan
mereka juga. Revolusi Bolsyewik yang dipimpin Lenin-Stalin ternyata juga
didanai oleh Yahudi dan Amerika. Kakeknya George W Bush terlibat dalam
hal ini. Jadi, baik Marxis maupun kapitalisme sebenarnya memiliki induk
yang sama, yakni Yahudi.
Adalah misi Yahudi menghancurkan semua agama
langit. Dahulu kala, para pengikut Musa a.s. dibuat sesat oleh seorang
Yahudi bernama Samiri dan membuang taurat Musa dan menggantinya dengan
Talmud yang berasal dari keyakinan ilmu sihir Mesir kuno bernama
Kabbalah, semua nabi Allah Swt mereka musuhi dan perangi. Suatu masa
Allah Swt menurunkan Nabi Isa a.s. untuk mengembalikan umat Musa a.s.
dengan tauratnya, namun para pendeta Yahudi bernama Sanhendrin
memusuhinya dan mereka mengirim Paulus—Yahudi dari Tarsus—untuk
membelokkan ajaran Nabi Isa a.s. menjadi seperti yang sekarang.
Mereka juga hendak menghancurkan Islam dengan
menyusupkan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman. Sebelum
kedatangan Abdullah bin Saba, Islam hanyalah Islam, tidak dikenal adanya
terminologi Sunni dan syiah. Namun karena penyusupan Yahudi ini maka
Islam seolah sekarang ada dua kelompok besar, Sunni dan syiah. Padahal
ini salah. Islam adalah Islam dan di luar itu bukan Islam.
Mungkin ini saja uraian dari saya. Wallahu’alam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar