Kasus Malaysia dengan Indonesia memang sedang hangat-hangatnya.
Setelah kasus tapal batas dan klaim makanan tradisional beberapa waktu
yang lalu, kedua Negara rumpun Melayu inipun saat ini kembali
bersitegang.
Terakhir kini diangkat kasus ketika Malaysia mendirikan Museum
Kerinci di negerinya dua hari yang lalu, 11/4/2011. Malaysia dituding
akan mengambil Sistem Adat Kerinci yang menjadi basis kebudayaan Jambi.
Sama dengan saat negeri jiran tersebut mengaku bahwa seni reog ponorogo,
tari pendet, lagu "Rasa-sayange", dan produk-produk budaya Indonesia
lainnya disebagai milik orang Malaysia.
Masyarakat pun berang. Aksi demo bertebaran dimana-mana. Bendera
Malaysia dibakar. Kedutaan besar Malaysia di Indonesia pun minta
ditutup. Berbagai elemen massa kemudian berbondong-bonding ingin
menyerang ke Malaysia atas nama Jihad.
Padahal Hadis Rasulullah SAW sudah mengatakan dengan jelas siapa yang
berperang atas nama kelompok dan bukan atas nama agama, mati mereka
tidak lebih sebagai orang konyol.
“Barang siapa berperang di bawah bendera kebutaan, ia marah
karena ashobiyah atau menyeru kepada ashobiyah atau menolong berdasarkan
ashobiyah, maka matinya mati jahiliyah.” (HR Muslim).
Saudaraku dengan sederetan kasus ini, tanpa sadar kita sudah terjebak
pada perdebatan tidak penting. Padahal dalam Islam kita tidak mengenal
Nasionalisme. Nasionalisme adalah berhala ciptaan musuh-musuh Allah agar
umat muslim tidak pernah bersatu kembali pasca runtuhnya Khilafaf
Utsmani. Agar umat Islam lebih mendahulukan bangsa dan sektarian
ketimbang tauhid dan akidah sebagai bukti bahwa tiap muslim adalah
bersaudara.
Ketika masing-masing negara mengobarkan semangat kebenaran menurut
kacamata negaranya masing-masing, di situlah Islam akan hancur. Karena
itu, Rasulullah SAW ketika kali pertama berdakwah di Jazirah Arabia
bukan menyerukan bendera bangsa, bukan pula menyeru untuk bersuku,
bangsa, dan ras, tapi akidah. Akidah itulah yang menyatukan kita.
Dan kita ketahui, ketika di akhirat nanti pun Allah tidak
mengkelompokkan manusia menurut negaranya. Tidak ada lapak nasionalisme
ketika kita di yaumil akhir nanti. Yang ada hanyalah apakah kita bagian
dari seorang mukmin atau kafir.
Tari Pendet dan Reog: Dari Budaya Porno ke Budaya Pagan
Saya hanya ingin sedikit memberi contoh betapa kita umat muslim telah
keliru memahami konteks klaim kebudayaan baik itu dari Malaysia maupun
Indonesia. Sebagai contoh, tari pendet misalnya, kenapa kita mesti
marah? Apa untung dan ruginya bagi kita umat muslim Indonesia ketika
Tari Pendet dijadikan basis budaya kita lalu “dicuri” Malaysia?
Harusnya kita marah, iya marah karena melihat saudaranya begitu
bangga akan budaya tari jahiliyah dengan leher terbuka dan pamer
setengah dada itu. Dimana izzah kita sebagai umat muslim yang harusnya
tegas terhadap kemaksiatan ketika didepan kita ada tampilan yang tidak
mengenakkan? Masih ingatkah kita ketika Rasulullah SAW menasihati Ali
tentang bahayanya zina mata
“Jangan kamu ikuti pandangan pertamamu dengan pandangan kedua dan
selanjutnya. Milik kamu adalah pandangan yang pertama, tapi yang kedua
bukan”.
Dalam musnad Ahmad, disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,
“Pandangan
adalah panah beracun dari panah-pandah Iblis. Barangsiapa yang
menundukkan pandangannya dari keelokkan wanita yang cantik karena Allah,
maka Allah akan mewariskan dalam hatinya manisnya iman sampai hari
kiamat”.
Bahkan jika kita mau sejenak meneliti, menelusuri, sampai tingkat
menyadari akan kita temukan bahwa Tari Pendet sendiri adalah kebudayaan
yang kental akan ajaran Paganis. Tari Pendet pada awalnya merupakan tari
pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di
Bali, Indonesia.
Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam
dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali
mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung
anasir yang sacral sekaligus religius. Pencipta atau koreografer bentuk
modern tari ini adalah I Wayan Rindi yang wafat pada tahun 1967.
Sama pula dengan Tari Reog, mungkin dari kita tidak mengetahui atau
mengenal sejarah reog itu sendiri. Padahal Reog ponorogo amat kental
akan ajaran Majapahit, dan kita ketahui Majapahit adalah kerajaan
Hindu-Budha yang pernah berdiri di Nusantara sekitar tahun 1293 hingga
1500 M.
Dalam sejarah Reog, salah satu cerita yang paling terkenal adalah
cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada
masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad
ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina
rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat
bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir.
Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia
mengajar anak-anak muda seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu
kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit
dari kebangkitan lagi kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya
terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng
Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan
"sindiran" kepada Raja Bra Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog
menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal
menggunakan kepopuleran Reog.
Sedangkan versi lain, juga menjelaskan tentang pengaruh ajaran pagan
dalam sejarah Reog. Adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat
melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia
dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri.
Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari
pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujanganom, dikawal
oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini
memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang
antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam
antara keduanya, para penari dalam keadaan 'kerasukan' saat mementaskan
tariannya.
Jadi yang harusnya membuat kita marah kenapa Malaysia mengklaim
ajaran Pagan yang jelas-jelas musyrik, dan seharusnya kita sadarkan diri
kita sendiri dan mereka untuk kembali ke syariat Islam, bukan kemudian
justru kita rebutan mengklaim ajaran pagan sebagai warisan budaya kita.
Kan aneh?
Kiprah Zionis untuk Mengadu Domba Malaysia dan Indonesia.
Nah, pada dimensi yang lebih luas. Tak dapat kita pungkiri ada peran
asing dalam memanaskan polemik sesama umat muslim Melayu, khususnya
antara Malaysia dengan Indonesia.
Pakar Melayu Prof. Dr. Dato’ Nik Anuar Nik Mahmud dari Institut Alam
dan Tamadun Melayu, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) setuju pada
thesis ini. Beliau berujar ada intervensi pihak luar di balik
perseteruan kedua Negara serumpun muslim ini.
Dalam memoar buku Thomas Raffles disebutkan, Barat harus memastikan
bahwa alam Melayu ini lemah. Untuk melemahkan, Raffles mengusulkan dua
buah strategi.
Pertama, imigran-imigran asing masuk ke Melayu supaya kawasan ini
tidak menjadi kawasan Melayu, melainkan majemuk (dibawa orang-orang
China dan India). Kedua, pastikan bahwa raja-raja Melayu yakni
Semenanjung, Sumatera, Jawa dan sebagainya, tidak mengambil para ulama
Arab menjadi penasehat mereka. Jadi, tujuan mereka memang untuk
memisahkan Arab dengan Melayu.
Yang juga kita harus faham adalah Thomas Stamford Raffles sendiri
seorang Freemason. Menurut Th Stevens dalam bukunya Tarekat Mason Bebas,
Raffles pada tahun 1813 dilantik sebagai mason bebas di bantara
“Virtutis et Artis Amici”. “Virtus” merupakan suatu bantara sementara di
perkebunan Pondok Gede di Bogor.
Perkebunan itu dimiliki Wakil Suhu Agung Nicolaas Engelhard. Di situ
Raffles dinaikkan pangkat menjadi ahli (gezel), dan hanya sebulan
kemudian dinaikkan menjadi meester (suhu) di loge “De Vriendschap” di
Surabaya.
Raffles pula yang mendirikan Singapura modern yang kini menjadi basis
Israel di Asia Tenggara. Agen-agen zionis melalui Singapura adalah
penghasut sebenarnya dalam mengeruhkan hubungan sesama muslim Melayu.
Kebanyakan koruptor Indonesia pun bermukim di Singapura setelah merampok
uang hasil keringat anak-anak Indonesia dan rakyat jelata.
Singapura adalah sekutu zionis. Mereka tidak mau menandatangani
perjanjian extradisi dengan Indonesia semata-mata melindungi koruptor
ini karena mereka bawa banyak uang ke Singapura. Untuk mengalihkan isu
ini dari masyarakat Indonesia, mereka akan coba cari isu supaya
masyarakat Indonesia lebih fokus pada isu yang mereka cipta.
Maka diwujudkan isu sekarang, konfrontasi Malaysia-Indonesia. Melalui
media sekular di Negara ini, mereka memanas-manasi dan terus berupaya
agar rumpun Melayu bangga akan identitas negara-nya masing-masing. Dan
kita masih ingat kasus tukar guling bos salah satu televisi nasional di
Indonesia dengan Vallar Plc yang dimiliki Dinasti Rothschild, itu juga
terjadi di Singapura.
Yakinlah, jika umat muslim Melayu tidak kembali ke ajaran Islam
sejati dimana tak ada ruang pada nasionaisme buta, benih permusuhan itu
akan selalu muncul. Walau kedua Negara itu makmur dan memiliki budaya
masing-masing.
Wallahua’lam