Kamis, 17 Mei 2012

IRAN DAN AMERIKA

Satu fakta jika CIA hampir selalu terlibat dalam berbagai kudeta dan pergantian pemimpin di seluruh dunia. Dalam soalan Khomeini yang dikabarkan “memimpin” revolusi dari persembunyiannya di Perancis, sulit untuk mengatakan jika CIA tidak terlibat di dalamnya, karena Perancis dengan Amerika itu sesungguhnya satu blok, satu koalisi, dalam menciptakan The New World Order sejak lama. Sebab itu, sedikit banyak CIA pasti terlibat di dalamnya. Dalam masa kekuasaannya, Iran ternyata juga pernah bermesraan dengan Amerika yang dilakukan dengan diam-diam seperti halnya kasus Iran-Contra. Di sini CIA tentu bermain.
Kedua, penguasa Iran lebih mesra kepada Yahudi ketimbang umat Islam Sunni. Saya pernah berdiskusi dengan salah satu aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) dari ormas NU di Jawa Tengah beberapa tahun lalu yang pernah diundang oleh Kedubes Iran di Indonesia untuk mengunjungi Teheran, ibukota Iran. Dia bilang jika adalah fakta jika di Teheran, tidak ada satu pun masjid kaum sunni yang boleh berdiri, namun jumlah sinagog—rumah ibadat Yahudi—di Teheran ada lebih dari angka 45 buah.
Jika dilihat dari pemberitaan, “memanasnya” hubungan AS dengan Iran karena soal Nuklir itu sudah berjalan lama. Namun saya juga heran kenapa AS terlihat sangat lunak dan diluar kebiasaannya, memilih jalan diplomasi bagi Iran. Padahal terhadap negara-negara Islam lain yang ancamannya lebih kecil ketimbang Iran, misal Irak dan Afghanistan, Amerika sama sekali tidak mau berkompromi.
Bertahun-tahun AS dan Iran seakan terlibat “perang opini” namun hanya sebatas itu. Saya takut jangan-jangan ini hanya sebuah permainan diplomatik tingkat tinggi agar umat Islam dunia menjadikan Iran sebagai Ikon Perlawanan terhadap AS. Sebuah ikon jadi-jadian, tentunya.
Kedekatan Syiah dengan Yahudi sebenarnya sudah lama terjadi dalam sejarah. Bahkan pendiri Syiah, Abdulah bin Saba, merupakan seorang Yahudi dari Yaman. Dalam perang salib, kerjasama antara Syiah dengan pasukan salib juga terjadi. Alkisah, ketika Paus Urbanus II menggelorakan perang salib di Eropa, ketika pasukan-pasukan salib tengah direkrut di Eropa sebelum memulai perjalanan untuk merebut Yerusalem, pasukan Syiah Fatimiyah terlebih dahulu menyerang Yerusalem dan membantai umat Islam sunni Dinasti Abbasiyah yang menguasai kota suci itu. Yerusalem jatuh ke tangan Syiah Fathmiyah setahun sebelum kedatangan tentara salib pada tahun 1099.
Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab di University of Edinburgh, dalam bukunya yang tebal berjudul “Perang Salib: Sudut Pandang Islam” (1999, mendapat ‘The King Faisal International Prize for Islamic Studies’) menuliskan hal itu. Menurut Hillenbrand, pasukan Syiah Fathimiyah sesungguhnya telah bekerjasama merebut Yerusalem dari tangan Dinasti Abbasiyah yang sunni, dan pertempuran yang terjadi tatkala pasukan salib pimpinan Godfroi de Bouillon mendatangi gerbang Yerusalem tahun 1099 sebenarnya hanya berada di tingkat akar rumput saja guna menghilangkan aroma konspirasi tingkat tinggi itu.
Ketiga, tentang pertautan garis keras syiah Iran dengan komunis Rusia dan juga Cina, bisa saja terjadi. Dalam “pergaulan” tingkat tinggi, isme-isme selain Islam sesungguhnya merupakan ciptaan mereka juga. Revolusi Bolsyewik yang dipimpin Lenin-Stalin ternyata juga didanai oleh Yahudi dan Amerika. Kakeknya George W Bush terlibat dalam hal ini. Jadi, baik Marxis maupun kapitalisme sebenarnya memiliki induk yang sama, yakni Yahudi.
Adalah misi Yahudi menghancurkan semua agama langit. Dahulu kala, para pengikut Musa a.s. dibuat sesat oleh seorang Yahudi bernama Samiri dan membuang taurat Musa dan menggantinya dengan Talmud yang berasal dari keyakinan ilmu sihir Mesir kuno bernama Kabbalah, semua nabi Allah Swt mereka musuhi dan perangi. Suatu masa Allah Swt menurunkan Nabi Isa a.s. untuk mengembalikan umat Musa a.s. dengan tauratnya, namun para pendeta Yahudi bernama Sanhendrin memusuhinya dan mereka mengirim Paulus—Yahudi dari Tarsus—untuk membelokkan ajaran Nabi Isa a.s. menjadi seperti yang sekarang.
Mereka juga hendak menghancurkan Islam dengan menyusupkan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman. Sebelum kedatangan Abdullah bin Saba, Islam hanyalah Islam, tidak dikenal adanya terminologi Sunni dan syiah. Namun karena penyusupan Yahudi ini maka Islam seolah sekarang ada dua kelompok besar, Sunni dan syiah. Padahal ini salah. Islam adalah Islam dan di luar itu bukan Islam.
Mungkin ini saja uraian dari saya. Wallahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar